Pusuk
Buhit, adalah gunung yang awalnya bernama Gunung Toba memiliki
ketinggian 1.500 meter lebih dari permukaan laut dan 1.077 meter dari
permukaan Danau Toba. Ada tiga kecamatan yang berada langsung di bawah
gunung tersebut yakni Kecamatan Sianjur Mula-mula, Kecamatan Pangururan,
dan kecamatan Harian Boho.
Patung Keturunan Guru Tateabulan (Si Raja Lotung)
Berawal
dari Siboru Deak Parujar yang turun dari langit. Dia terpaksa
meninggalkan kahyangan karena tidak suka dijodohkan dengan Siraja
Odap-odap. Padahal mereka berdua sama-sama keturunan dewa. Dengan alat
tenun dan benangnya, Siboru Deak Parujar yakin menemukan suatu tempat
persembunyian di benua bawah. Alhasil, dia tetap terpaksa minta bantuan
melalui burung-suruhan Sileang-leang Mandi agar Dewata Mulajadi Nabolon
berkenan mengirimkan sekepul tanah untuk ditekuk dan dijadikan tempatnya
berpijak.
Namun
sampai beberapa kali kepul tanah itu ditekuk-tekuk, tempat pijakan itu
selalu diganggu oleh Naga Padoha Niaji. Raksasa ini sama jelek dan
tertariknya dengan Siraja Odap-odap melihat kecantikan Siboru Deak
Parujar. Akhirnya Siboru Deak Parujar mengambil siasat dengan makan
sirih. Warna sirih Siboru Deak Parujar kemudian semakin menawan Naga
Padoha Niaji. Dia mau tangannya diikat asal yang membuat merah bibir itu
dapat dibagi kepadanya. Namun setelah kedua tangan berkenan diikat
dengan tali pandan, Siboru Deak Parujar tidak memberikan sirih itu sama
sekali dan membiarkan Naga Padoha Niaji meronta-ronta sampai lelah.
Aek Bunga-Bunga (Mata Air Pertama di Sagala)
Bumi
yang diciptakan oleh Siboru Deak Parujar terkadang harus diguncang
gempa. Gempa itulah hasil perilaku Naga Padoha Niaji. Namun ketika
guncangan itu mereda Siboru Deak Parujar mulai merasa kesepian dan
mencari teman untuk bercengkerama. Tanpa diduga dan mengejutkan, diapun
bertemu dengan Siraja Odap-Odap dan sepakat menjadi suami-istri yang
melahirkan pasangan manusia pertama di bumi dengan nama Raja Ihat
Manisia dan Boru Ihat Manisia. Dari generasi pertama ini lahir tiga anak
yaitu Raja Miok-miok, Patundal Na Begu dan Si Aji Lapas-lapas.
Dari
ketiga anak tersebut hanya raja Miok-miok memiliki keturunan yaitu Eng
Banua.Generasi berikutnya Eng Domia atau Raja Bonang bonang yang
menurunkan Raja Tantan Debata,Si Aceh dan Si Jau. Hanya Guru Tantan
Debata pula yang memiliki keturunan yaitu Si Raja Batak.
Mulai
dari garis Si Raja Batak, asal-usul manusia Batak bukan dianggap
legenda lagi tapi menjadi tarombo atau permulaan silsilah. Pada generasi
sekarang telah dikenal aksara atau lazim disebut Pustaha Laklak.
Sebelum meninggal, Si Raja Batak sempat mewariskan ”Piagam Wasiat”
kepada kedua anaknya Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon.
Guru
Tatea Bulan mendapat ”Surat Agung” yang berisi ilmu pedukunan atau
kesaktian, pencak silat dan keperwiraan. Raja Isumbaon mendapat ”Tumbaga
Holing”yang berisi kerajaan (Tatap- Raja ), hukum atau peradilan,
persawahan, dagang dan seni mencipta. Guru Tatea Bulan memiliki sembilan
anak yaitu Si Raja Biak-biak, Tuan Saribu Raja, Si Boru Pareme (putri),
Limbong Mulana, Si Boru Anting Sabungan(putri), Sagala Raja, Si Boru
Biding Laut (putri), Malau Raja dan Si Boru Nan Tinjo ( maaf, konon
seorang banci yang dalam bahasa Batak disebut si dua jambar). Dari
keturunan Guru Tatea Bulan terjadi pula perkawinan incest. Antara Saribu
Raja dengan Si Boru Pareme. Ini yang menurunkan Si Raja Lontung yang
kita kenal marga Sinaga, Nainggolan, Aritonang, Situmorang, dan
seterusnya.
Pada
umumnya orang Batak percaya kalau Siraja Batak diturunkan langsung di
Pusuk Buhit. Siraja Batak kemudian membangun perkampungan di salah satu
lembah gunung tersebut dengan nama Sianjur Mula-mula Sianjur Mula Tompa
yang masih dapat dikunjungi sampai saat ini sebagai model perkampungan
pertama. Letak perkampungan itu berada di garis lingkar Pusuk Buhit di
lembah Sagala dan Limbong Mulana. Ada dua arah jalan daratan menuju
Pusuk Buhit. Satu dari arah Tomok (bagian Timur) dan satu lagi dari
dataran tinggi Tele.
II.ASAL MUASAL SI RAJA BATAK
Asal
usul suku Batak sangat sulit untuk ditelusuri dikarenakan minimnya
situs peninggalan sejarah yg menceritakan tentang suku Batak, maka
sering dikatakan menelusuri asal usul suku Batak adalah orang yg kurang
kerjaan. tapi bagi saya nggak jadi masalah dikatakan kurang kerjaan,
siapa tau ada dari para pembaca yg bisa lebih melengkapi tulisan ini
saya akan sangat berterima kasih.
Dengan
mengutip dari berbagai sumber termasuk tulisan diberbagai blog dan juga
buku2 yg menuls tentang Batak saya mencoba untuk menyajikannya bagi
para pembaca Suku Batak adalah salah satu dari ratusan suku yg terdapat
di Indonesia,suku Batak terdapat di wilayah Sumatera Utara.Menurut
legenda yang dipercayai sebahagian masyarakat Batak bahwa suku batak
berasal dari pusuk buhit daerah sianjur Mula Mula sebelah barat
Pangururan di pinggiran danau toba.
Kalau
versi ahli sejarah Batak mengatakan bahwa siRaja Batak dan rombonganya
berasal dari Thailand yg menyeberang ke Sumatera melalui Semenanjung
Malaysia dan akhirnya sampai ke Sianjur Mula mula dan menetap disana.
Sedangkan dari prasasti yg ditemukan di Portibi yg bertahun 1208 dan dibaca oleh Prof. Nilakantisari seorang Guru Besar ahli Kepurbakalaan yg berasal dari Madras,India menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya dan menguasai daerah Barus.pasukan dari kerajaan Cola kemunggkinan adalah orang-orang Tamil karena ditemukan sekitar 1500 orang Tamil yang bermukim di Barus pada masa itu.Tamil adalah nama salah satu suku yg terdapat di India.
Sedangkan dari prasasti yg ditemukan di Portibi yg bertahun 1208 dan dibaca oleh Prof. Nilakantisari seorang Guru Besar ahli Kepurbakalaan yg berasal dari Madras,India menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya dan menguasai daerah Barus.pasukan dari kerajaan Cola kemunggkinan adalah orang-orang Tamil karena ditemukan sekitar 1500 orang Tamil yang bermukim di Barus pada masa itu.Tamil adalah nama salah satu suku yg terdapat di India.
si
Raja Batak diperkirakan hidup pada tahun 1200 (awal abad ke13) Raja
Sisingamangaraja keXII diperkirakan keturunan siRaja Batak generasi ke19
yg wafat pada tahun 1907 dan anaknya si Raja Buntal adalah generasi ke
20.
Dari
temuan diatas bisa diambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar leluhur
dari siRaja batak adalah seorang pejabat atau pejuang kerajaan Sriwijaya
yg berkedudukan diBarus karena pada abad ke12 yg menguasai seluruh
nusantara adalah kerajaan Sriwijaya diPalembang.
Akibat dari penyerangan kerajaan Cole ini maka diperkirakan leluhur siRaja Batak dan rombonganya terdesak hingga ke daerah Portibi sebelah selatan Danau Toba dan dari sinilah kemungkinan yg dinamakan siRaja Batak mulai memegang tampuk pemimpin perang
atau boleh jadi siRaja Batak memperluas daerah kekuasaan perangnya sampai mancakup daerah sekitar Danau Toba, Simalungun, Tanah Karo, Dairi sampai sebahagian daerah Aceh dan memindahkan pusat kekuasaanya sidaerah Portibi disebelah selatan Danau Toba.
Akibat dari penyerangan kerajaan Cole ini maka diperkirakan leluhur siRaja Batak dan rombonganya terdesak hingga ke daerah Portibi sebelah selatan Danau Toba dan dari sinilah kemungkinan yg dinamakan siRaja Batak mulai memegang tampuk pemimpin perang
atau boleh jadi siRaja Batak memperluas daerah kekuasaan perangnya sampai mancakup daerah sekitar Danau Toba, Simalungun, Tanah Karo, Dairi sampai sebahagian daerah Aceh dan memindahkan pusat kekuasaanya sidaerah Portibi disebelah selatan Danau Toba.
Pada
akhir abad ke12 sekitar tahun 1275 kerajaan Majapahit menyerang
kerajaan Sriwijaya sampai kedaerah Pane,Haru,Padang Lawas dan sekitarnya
yg diperkirakan termasuk daerah kekuasaan si Raja Batak.
Serangan
dari kerajaan Majapahit inilah diperkirakan yg mengakibatkan si Raja
Batak dan rombonganya terdesak hingga masuk kepedalaman disebelah barat
Pangururan ditepian Danau Toba,daerah tersebut bernama Sianjur Mula Mula
dikaki bukit yang bernama Pusuk Buhit,kemudian menghuni daerah tersebut
bersama rombonganya.
terdesaknya
siRaja Batak oleh pasukan dari kerajaan Majapahit kemungkinan erat
hubunganya dengan runtuhnya kerajaan Sriwijaya dipalembang karena
seperti pada perkiraan diatas siRaja Batak adalah kemungkinan seorang
Penguasa perang dibawah kendali kerajaan Sriwijaya.
Sebutan
Raja kepada siRaja Batak bukanlah karena beliau seorang Raja akan
tetapi merupakan sebutan dari pengikutnya ataupun keturunanya sebagai
penghormatan karena memang tidak ada ditemukan bukti2 yg menunjukkan
adanya sebuah kerajaan yg dinamakan kerajaan Batak.
Suku
Batak sangat menghormati leluhurnya sehingga hampir semua leluhur
marga2 batak diberi gelar Raja sebagai gelar penghormatan,juga
makam-makam para leluhur orang Batak dibangun sedemikian rupa oleh
keturunanya dan dibuatkan tugu yang bisa menghabiskan biaya milyartan
rupiah.Tugu ini dimaksudkan selain penghormatan terhadap leluhur juga
untuk mengingatkan generasi muda akan silsilah mereka.
didalam
sistim kemasyarakatan suku Batak terdapat apa yang disebut dengan Marga
yang dipakai secara turun temurun dengan mengikuti garis keturunan laki
laki.ada sekitar 227 nama Marga pada suku Batak.
Didalam Tarombo Naimarata dikatakan bahwa siRaja Batak memiliki 3 (tiga)orang anak yaitu:
- GURU TATEA BULAN (si Raja Lontung)
- RAJA ISOMBAON (si Raja Sumba)
- TOGA LAUT.
Ketiga
anak si Raja Batak inilah yg diyakini meneruskan tampuk pimpinan siRaja
Batak dan asal mula terbentuknya marga-marga pada suku Batak.
III. KISAH SI SULUNG RAJA UTI DARI PUSUK BUHIT
Raja Uti yang bisa berubah ujud hingga 7 Rupa
Dalam
catatan turi-turian (legenda/mitos) dan keyakinan sebagian keturunan
Batak, anak Sulung Guru Tatea Bulan yang paling memiliki kesaktian
adalah Raja Uti. Si Sulung keturunan Guru Tatea Bulan ini dikenal dengan banyak sapaan atau gelar oleh masyarakat Batak.
Raja
Biak-biak, dengan nama raja Gumelenggeleng. Si sulung keturunan Guru
Tatea Bulan, seorang yang cacat yang tidak punya tangan, dan kaki.
Karena kondisi tubuhnya itu, si sulung tak bisa duduk.
Berdasarkan turi-turian, Raja Gumeleng-geleng merasa berkecil hati di hadapan adik-adiknya yang berbeda dengan kondisinya.
Sebagian
orang Batak berkata, dia punya sayap makanya disebut namanya Tuan
Rajauti, raja yang takkan pernah mati, raja yang takkan pernah tua.
Turi-turian
Batak menyebutkan pesisir Fansur atau kadang lazim disebut Barus
sekarang ini menjadi tempat Raja Uti tinggal berikutnya.
Raja Uti terkenal sangat sakti ujudnya pun berubah hingga 7 kali:
“Wujud pertama ompung Raja Uti adalah tidak punya tangan, tidak punya kaki (Patung rupa Raja Uti dapat dilihat di pusuk buhit).
Yang
menarik dari ketujuh patung tersebut ada 2 patung yang memakai bonang
manalu (merah-putih-hitam) warna khas kosmologi batak. Dulu orang yang
memakai tali-tali bonang manalu menandakan bahwa ia seorang Parbaringin.
Sebelah
kanan ada pohon beringin yang artinya berketurunan lengkap (saur matua)
dan Baringin tersebut merupakan gambar atau simbol pengayoman atau
panggomgom yang dinamai ‘hariara sundung di langit’ alana daompung ido
nampuna HARIARA SUNDUNG DILANGIT dan sebelah kiri Cawan menggambarkan
Mulani pangurason nasohaliapan, nasohapurpuran, napituhali malim napitu
hali solam.
Ada
rentetan cerita yang sangat panjang sampai akhirnya Debata Mulajadi
Nabolon MANONGOS / menurunkan UTE TUBU (pangir), DAUPA (pohon
Hamijon/kemenyan), DAN DEMBAN TIAR (sirih).Ketiga hal yang disebutkan
diatas memiliki keterikatan / hubungan penggunaan yang tidak bisa
dipisahkan (bagi orang yang mengerti).
Kalau
untuk Bona ni JAJABI / pohon beringin dipakai oleh raja2 (yang sekarang
disebut dgn RAJA BIUS) untuk tempat PARTUKOAN (rapat/ pertemuan) dalam
membahas sesuatu permasalahan.
Sebelah
kanan ada dua patung yang memakai ulos warna putih, disini janggal
keliatannya sebab jarang sekali ulos berwarna putih polos. Ulos juga
memakai tiga warna khas batak. Biasanya warna/motif pada ulos juga
memberikan ciri dari kelompok dalihan natolu yaitu kelompok hula-hula
lebih banyak hitamnya dairpada warna putih & merah, sedangkan untuk
dongan tubu lebih banyak putihnya daripada warna hitam & merah dan
terakhir kelompok boru lebih banyak warna merahnya daripada warna putih
& hitam.
Sebagai keturunan pertama dari Ompu Guru Tatea Bulan, Op.Raja
Uti meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke Pusuk Buhit demi memohon
kepada Mula Jadi Nabolon agar boleh dia dijadikan menjadi raja diantara
saudara-saudaranya karena dia adalah putra yang sulung dan pertama
keluar dari rahim ibunya, jadi pantaslah dia yang menjadi raja.
Kemudian
lanjutnya, “tapi apa dayaku sebagai orang tak sempurna sebagai manusia
yang selalu dianggap remeh oleh saudara-saudaraku.”
Mulajadi
Nabolon mengabulkan permintaan Gumellenggelleng dan seketika tubuh
Gumellenggelleng berubah menjadi manusia yang sempurna yang memiliki
kaki dan tangan bertumbuh normal. Lalu dia diberi kuasa oleh Mulajadi
Nabolon menjadi orang sakti yang disebut namanya menjadi Raja Biakbiak.
Setelah
Gumellenggelleng disempurnakan menjadi perkasa sebagai Raja Biakbiak
maka Mulajadi Nabolon kemudian pergi ke tahtahnya melalui Pusuk Buhit,
dan jadilah Biakbiak menjadi raja pertapa sakti.
Setelah
sekian lama dalam pertapaannya, Raja Biakbiak dengan percaya diri turun
dari Pusuk Buhit hendak menjumpai orangtuanya dan saudara-saudaranya
dan membayangkan bahwa dia akan disambut oleh keluarga itu sebagai raja
karena dia sebagai anak yang tertua dan lagipula dia telah menjadi
manusia sempurnah dan sakti. Anggapan itu ternyata meleset dan dia
menjumpai keluarganya sudah berantakan bercerai berai karena ulah
Sariburaja dan Siboru Pareme yang berbuat cinta terlarang. Raja Biakbiak
tidak menjumpai lagi Siboru Pareme kembarannya dan demikian juga
Sariburaja adiknya tak terlihat lagi karena sudah terusir dari
kampungnya.
Karena dia merasa sangat kecewa bahwa keluarga keturunan ayahnya sudah berantakan dan bercerai berai, maka dia pergi ke Singkil.
Raja
Biakbiak, walaupun bertubuh kate tetapi dia memiliki tubuh sempurna dan
memiliki kesaktian tinggi sehingga raja-raja setempat
mempersembahkannya istri. Kekuasaannya kemudian membentuk sebuah
kerajaan Batak dan dia digelari sebagai Raja Uti karena memiliki
utiutian dari Mulajadi Nabolon sebagai kesaktiannya. Kekuasaannya
berkembang di Singkil, Kluet dan sampai ke Barus yang ramai dengan
perdagangan.
IV. RAJA UTI DI SERAHKAN DI PUNCAK PUSUK BUHIT
Bukan
hanya orang Batak, tak sedikit warga dari luar Sumatera Utara, termasuk
tokoh politik nasional, yang datang ke puncak Gunung Pusuk Buhit di
Kabupaten Samosir untuk berdoa. Mereka menganggap tempat itu suci.
Zaman
dulu Mulajadi Nabolon atau Tuhan Yang Maha Esa mengirimkan tujuh gadis
dari kayangan ke Pusuk Buhit. Mereka mandi di Tala, sekitar 30 menit
perjalanan kaki sebelum puncak tertinggi Pusuk Buhit. Guru Tatea Bulan,
putra dari nenek moyang orang Batak, Si Raja Batak, melihat gadis-gadis
itu saat mandi. Lalu, ia mengambil kain milik salah satu perempuan
surgawi itu. Enam gadis kembali ke langit dan satu lagi tinggal di Pusuk
Buhit, yang kemudian diperistri oleh Guru Tatea Bulan. Mereka bermukim
di Parik Sabungan, di kaki Gunung Pusuk Buhit.
Dari
perempuan suralaya itu, Guru Tatea Bulan memiliki sepuluh keturunan:
lima putra dan lima putri. Putranya yang sulung lahir tidak normal,
tidak seperti manusia lazimnya. Tubuhnya tidak memiliki tulang.
Ukurannya kecil. Beribu-ribu tahun kemudian ia dikenal dengan nama Raja
Uti.
Istri
Guru Tatea Bulan sangat mencintai kesepuluh anaknya. Khusus kepada Raja
Uti yang tidak normal, dia mesti menanak beras yang enak, agar bisa
dimakan. Empat adik laki-laki Raja Uti pun cemburu, bahkan menginginkan
abang mereka itu dibunuh, karena fisiknya tidak selayaknya manusia.
Ditekan
oleh empat putranya, istri Guru Tatea Bulan akhirnya membawa Raja Uti
ke lokasi air terjun Batu Sawan, sekitar satu kilometer dari kampung
Parik Sabungan ke arah puncak gunung. Tidak jauh dari air terjun itu
terdapat batu berliang, seperti mulut gua, di sanalah Raja Uti
ditinggalkan.
Saban
hari ibunya diam-diam mengantarkan nasi untuk Raja Uti di Batu Liang.
Dia juga memandikan anaknya itu di air terjun Batu Sawan. Mengetahui hal
itu, empat putranya yang lain kembali protes, “Kami kira Ibu sudah
membuang Abang.”
“Tidak bisa begitu, Nak. Berdosa,” kata istri Guru Tatea Bulan kepada anak-anaknya.
Setelah
bertahun-tahun, istri Guru Tatea Bulan kembali menaiki Gunung Pusuk
Buhit untuk memberi Raja Uti makan. Dia kaget melihat Raja Uti terjatuh
berguling-guling dari Batu Liang. Dia sedih, lalu berdoa, “Ompung
Mulajadi Nabolon, saya tidak sanggup lagi melihat anakku tersiksa
seperti ini selama hidupnya.”
Akhirnya,
dia dan suaminya, Guru Tatea Bulan, dengan berat hati membawa Raja Uti
ke puncak tertinggi Gunung Pusuk Buhit. Selama sehari semalam mereka
berdoa di puncak, dan tidur di sana. Sambil menangis, Guru Tatea Bulan
dan istrinya berdoa, “Ompung, bagaimana pun jadinya kelak anak kami ini,
Engkaulah yang tahu. Apakah dia akan jadi manusia yang normal, atau
menjadi angin, kami pasrahkan dia ke dalam tangan-Mu.”
Raja Uti pun diselimuti dan ditinggalkan sendirian di puncak tertinggi Pusuk Buhit.
Ratusan
tahun berlalu, Mulajadi Nabolon menyampaikan kabar lewat suara-suara
tak berwujud kepada warga di kaki Pusuk Buhit: “Ei, manisia, gellengmi
ndang mate.”
Empat saudara laki-laki Raja Uti telah beranak cucu. Warga kampung semakin banyak.
Suatu hari ada seorang kakek tak dikenal datang ke kampung, dan berkata, “Akulah anak yang dulu dibuang di puncak.” Orang-orang lalu mengingat cerita, itulah Raja Uti, putra tertua Guru Tatea Bulan, yang semasa kecilnya tidak memiliki tulang.
Suatu hari ada seorang kakek tak dikenal datang ke kampung, dan berkata, “Akulah anak yang dulu dibuang di puncak.” Orang-orang lalu mengingat cerita, itulah Raja Uti, putra tertua Guru Tatea Bulan, yang semasa kecilnya tidak memiliki tulang.
Raja Uti dikenal sakti. Fisiknya bisa berubah-ubah dalam tujuh macam wujud. Namanya ada tujuh. Raja Uti adalah nama terakhirnya.
“Tidak
bisa doa kalian sampai kepada Mulajadi Nabolon bila tidak melalui aku,
karena aku tinggal di puncak Pusuk Buhit,” titah Raja Uti kepada warga
kampung.
Tapi
permintaan Raja Uti sangat berat: ia mesti memakan tubuh manusia
sebagai persembahan warga yang meminta sesuatu lewat doa-doa mereka
kepada Mulajadi Nabolon. Warga lalu memohon kepadanya agar sesajen tubuh
manusia itu digantikan dengan ternak kerbau. Sejak itulah puncak Gunung
Pusuk Buhit menjadi keramat.
Bila
penyakit atau musibah menimpa warga di perkampungan Limbong dan Sagala
zaman dahulu, terang Jatiur Limbong, warga mesti menyiapkan kerbau,
horbo laelae, sebagai syarat permintaan doa kepada Mulajadi Nabolon
melalui Raja Uti.
“Itu tempat yang sakral. Jangan datang ke Pusuk Buhit jika untuk bersikap atau berkata-kata tak senonoh,” pesan Jatiur Limbong.
Syarat
dasar untuk berdoa di puncak Pusuk Buhit, katanya: jeruk purut, daun
sirih, dan telur ayam masing-masing tujuh. Bila mampu, orang bisa juga
membawa ayam putih atau kambing putih.
Sediaman Limbong mengatakan, tahun lalu ia memugar batu sakral di puncak Pusuk Buhit. Batu
itu dipercayai sebagai tempat Guru Tatea Bulan dan istrinya berdoa
kepada Mulajadi Nabolon dan meninggalkan anak sulung mereka yang sakti,
Raja Uti.
V. PUSUK BUHIT DAN NABI RAJA UTI
Patung Raja Uti
Pusuk
Buhit, gunung keramat bagi orang Batak, bukan cuma bernilai sejarah,
melainkan juga rohaniah. Kita tak perlu berlebihan mengultuskan
kemistikannya, tapi jangan pula kita enggan mengakui kehadirannya.
Daya
mistis Pusuk Buhit, gunung keramat di Kabupaten Samosir dengan
ketinggian kira-kira 1.900 meter di atas permukaan laut, telah melegenda
ke seantero dunia. Konon di kaki gunung inilah, tepatnya di Parik
Sabungan, Desa Sariman Rihit, Kecamatan Sianjur Mulamula, orang Batak
pertama berkampung dan beranak pinak.
Dipercayai,
di puncak Pusuk Buhit-lah cucu paling tua Si Raja Batak, Raja Uti,
dikembalikan oleh orang tuanya, Guru Tatea Bulan, kepada Mulajadi
Nabolon. Raja Uti, yang tubuhnya tak bertulang ketika kecil, muncul
beratus tahun kemudian dengan kesaktiannya. Kini, melalui penguasa
puncak Pusuk Buhit itu para peziarah memanjatkan doa kepada Mulajadi
Nabolon, Sang Pencipta.
Sudah
bukan rahasia umum bahwa banyak orang, termasuk politikus parlemen dan
pejabat pemerintah, menaiki puncak Gunung Pusuk Buhit dan menyembah
Mulajadi Nabolon. Antara lain, kata anggota DPRD Kabupaten Samosir
Tuaman Sagala kepada Koran Toba, “Mantan Gubernur Syamsul Arifin, mantan
Menteri Pertanian Bungaran Saragih bersama istrinya yang orang Jepang
itu sudah beberapa kali ke sana, Akbar Tandjung.” Rekan sejawat Tuaman
di DPRD Samosir, Jonni Sihotang, terang-terangan mengakui rajin berdoa
di puncak Pusuk Buhit, dan permintaannya selalu terkabul.
Penganut
agama-agama mutakhir, khususnya agama langit seperti Kristen dan Islam,
mungkin akan sangat sulit menerima keberadaan Mulajadi Nabolon dan
“nabi”-Nya di Tanah Batak, Raja Uti. Namun, sebaliknya, pemeluk agama
bumi seperti Hindu, Taoisme, Zoroasterisme, dan Parmalim tampaknya akan
lebih mudah “mengamininya”, karena religi-religi tersebut lebih terbuka
menakrifkan sosok Sang Khalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar